Sabtu, 12 Desember 2009
Cerpen
masuk merayap lewat kaca nako menusuk tajam ke wajah seorang wanita setengah baya, yang masih terlihat cantik walaupun sudah ada guratan diwajahnya yang putih, tanda umurnya sudah tidak remaja lagi, meskipun begitu perjalanan waktu yang melunturkan kemulusuan wajahnya, kesuraman wajahnya, sesuram harapannya, namun semua itu tertutupi oleh sisa sisa kecantikannya, apalagi sekarang wajahnya dihiasai oleh cahaya merah mentari senja, bagai putri raja yang sedang bersolek menyambut sang pangeran datang.Sinar senja mulai memudar, beranjak menyembunyikan diri, bagai putri malu yang digoda oleh pemuda di pinggir jalan, seiring dengan datangnya sang rembulan dengan terseok seok oleh derita panjang, ada seorang wanita menunggu kabar yang datang dari seberang, adakah ia akan datang membawa cinta yang terpendam.Nampaknya rembulan batal datang, seiring datangnya awan hitam yang berlari menutupi singgasana sang raja malam, pertanda akan turun hujan, gerimis mulai membasahi daun daun. Adakah ini mewakili cerita pilu seorang wanita yang sedari tadi duduk melamun di depan jendela, yang menanti datanganya cinta, yang di harapkan.Nak..., ayu mandi dulu..., suara seorang ibu menyapa lembut dan manja kepada wanita yang sudah bukan anak anak lagi, yang duduk di depan jendela. Wanita itu hanya menoleh kepada ibunya, wajahnya yang masih cantik namun rona kesedihan tergambar pada raut mukanya, adanya guratan tanda sudah umur menambah muram sang rembulan. Apakah ia akan datang bu...? tanya nya, tanpa mengindahkan perintah ibunya agar ia mandi dulu. Ibunya tidak menjawab, namun tatapan matanya mengisyaratkan kesedihan yang mendalam, seolah olah ia mengerti betul isi hati anaknya, yang setia menanti, penantian yang tidak ada batasnya, ibunya ikut sedih melihat putrinya yang selalu termenung, yang telah hilang keceriannya.Sampai kapan du..., kamu begini...?, tanya ibunya dengan lembut, sambil merapikan rambut anaknya yang kusut, yang sudah tidak tertata lagi, bahkan mungkin sudah tidak pernah disentuh oleh air lagi, entah sudah berapa hari, kalau bukan ibunya yang merapikan dengan sisir, rambutnya itu mungkin sudah menjadi satu, penantian yang sangat melelahkan.Hujan itu benar terjadi, walau tidak terlalu deras, kalau boleh perpendapat itu hanya gerimis, namun tidak dengan wanita cantik itu, hujan ini menambah kepedihan hatinya, ingin ia berteriak sekeras kerasnya, namun suarnya sudah lenyap, lidahnya kelu oleh beban yang menghempit dadanya, ingin ia menangis sepuasnya, menumpahkan derita mendalam, namun airmatanya sudah habis, selama dua tahun selalu menetes oleh harapan yang belum ternyatakan.Malam semakin larut, suasana di luar sepi, tidak ada suara kendaraan yang lewat, tidak ada suara binatang malam, yang bisanya setia menyanyikan lagu kerinduan, malam ini se-olah olah turut merasakan derita anak adam, yang mungkin tak kan hilang oleh derasnya air gunung yang mengalir lewat pipa bambu, yang dibikin oleh petani untuk mengairi sawahnya, tak kan sirna oleh sinar mentari yang datang menyapa setia setiap hari. Takkan tersapu oleh derasnya tsunami, tak kan....tak kan..., mungkin... tak kan. Begitu pesimisnya kah anak adam, begitu putus asanya kah, sehingga kehilangan harapan.Sudah satu minggu ibu ini mengelus batu nisan, setiap pagi dan sore ia datang duduk disamping onggokan tanah yang masih segar, dia selalu mengelus dan mengelus batu nisan itu, sesekali ia mendesah, kemudian airmatanya meleleh membasahi pipinya yang sudah keriput dimakan usia.Anak ku..., tidurlah dengan tenang, sudah hilang beban yang menghempit, sudah sirna derita panjang, senyumlah wahai anakku, terbangkah ke nirwana bersama anganmu. Hanya satu pintaku ceritakanlah kisahmu, deritamu, penantianmu. Ibu mohon maaf dua tahun ibu mendampingimu dalam penderiataan, namun ibu tidak tahu, apa dan siapa sebenarnya yang engkau nanti. Setelah mengungkapkan perasaannya di atas pusara anaknya yang telah meninggal seminggu yang lalu, badannya yang sudah renta, terkulai lesu lalu tersungkur di pusara sang anak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar